"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (Al Ankabut : 69)
Forest Gump adalah seorang anak yang cacat kaki dan harus berjalan tertatih-tatih dengan menggunakan alat bantu. Di sisi lain, ia menjadi seorang anak yang terbelakang mental dan sulit untuk berbicara. Kondisi ini membuat Forest menjadi minder di kalangan teman-temannya dan selalu menjadi bahan cemoohan.
Suatu saat, karena hal yang tidak diduga-duga, sekelompok ‘bandit’ anak-anak mencoba untuk melukai dan meneror Forest Gump. Forest dilempar batu, dan ia terpaksa harus tertatih-tatih berlari supaya tidak dihajar oleh anak-anak tadi. Dengan kaki kesakitan, ia terus berlari ..... berlari ...... dan.....berlari, tak peduli cemoohan orang-orang yang ada di belakangnya. Ia bisa memotivasi diri sendiri, sehingga ‘keajaiban’ pun terjadi. Kakinya yang cacat dan harus mengenakan alat bantu, menjadi sembuh dan seketika itu juga, ia mampu berlari karena ia percaya bahwa motivasi melebihi segalanya, bahkan cacat fisik sekalipun. Bahkan sejak saat itu, ia tidak berhenti berlari, sampai orang mengenalnya sebagai manusia dengan kecepatan lari yang luar biasa.
MOTIVASI telah mengubah kehinaan menjadi kemuliaan.
Syaikh Ahmad Yasin, adalah seorang pejuang keadilan sejati bagi rakyat Palestina. Ia bukan apa-apa, selain seorang tua renta yang hanya duduk di kursi roda. Ia cacat kaki, tangan dan pendengarannya sedikit terganggu, karena siksaan yang harus ia terima dari penjajah Israel akibat keteguhan sikapnya memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina. Tapi cacatnya bukan halangan bagi dia untuk beralasan mundur dari da’wah dan jihad. Syaikh Ahmad Yasin percaya, bahwa perjuangannya membebaskan rakyat Palestina dari penjajahan adalah bagian dari ibadahnya kepada Allah SWT. Dengan tertatih-tatih duduk di kursi roda, ia mampu menggerakkan hampir 2 juta hati pemuda belia Palestina, untuk bergabung dengan gerakan perlawan Islam yang dimotori oleh HAMAS. Perjuangannya dan sumbangsihnya untuk Islam ia akhiri dengan kemuliaan sebagai seorang syuhada, saat rudal helikopter Apache menghancurkan jasadnya, selepas ia menunaikan shalat subuh di kota Gaza.
Itulah sekelumit orang-orang yang tidak pernah merasa putus asa dengan dirinya sendiri. Masih banyak cerita sukses orang lain yang tak jauh berbeda. Tapi, bagaimana dengan kita ? Saat ini, kondisi kita jauh lebih nyaman, lebih mapan dan lebih sehat dari Forest Gump atau Syaikh Ahmad Yasin. Namun, apakah sumbangsih yang telah kita berikan untuk orang lain ? Untuk da’wah Islam, terutama. Pertanyaan-pertanyaan ini harusnya menjadi motivasi bagi kita, untuk lebih bersungguh-sungguh dalam menjalani Tarbiyah Islamiyah berikut segala hal yang mendukung keberhasilannya. Kita tidak harus berpeluh-peluh berlari untuk menghindari ancaman rudal Apache saat akan berangkat liqo’, karena Indonesia sampai saat ini masih aman-aman saja. Kita juga tinggal men-starter motor kita saat amanah memanggil kita, tanpa harus berjalan tertatih-tatih menghindari keroyokan anak-anak nakal, sebagaimana Forest Gump. Kita juga tidak harus bersusah-susah mencari penghasilan tambahan, karena segala kebutuhan kita masih bisa dicukupi oleh orang tua kita. Dan kita masih bisa beristirahat dan tertidur nyenyak, tanpa gangguan dari suara peluru dan butiran-butiran bom cluster yang dijatuhkan Amerika di Irak dan Afghanistan. Apa artinya ? Artinya, kita punya modal awal yang JAUH LEBIH BESAR, LEBIH BANYAK DAN LEBIH BERKUALITAS dari yang dimiliki oleh seorang Forest Gump atau Syaikh Ahmad Yasin. Lalu, apa yang membuat kita menunggu untuk menjadi orang yang lebih sukses dari mereka ? Bisakah kita menjadi orang yang lebih hebat dari mereka ? Tentu bisa ! Dengan terus menjalani tarbiyah dan beramal. Tarbiyah tanpa amal akan berujung pada kebosanan (jumud), dan amal tanpa tarbiyah akan berujung pada futur (melemah semangat keislamannya). Tarbiyah bukanlah sebuah beban. Seharusnya, tarbiyah menjadikan seorang muslim menjadi lebih hebat, karena ia mampu mengoptimalkan semua potensi yang ia miliki dan meminimalisir kelemahan yang ada pada dirinya. Sebagaimana Bilal yang menjadi andalan Rasulullah, padahal ia seorang budak. Sebagaimana Umar yang menjadi khalifah kedua, padahal tadinya ia preman yang kejam. Dan sebagaimana Abu Dzar Al Ghifari yang menjadi penasihat khalifah, padahal ia seorang yang zuhud dan miskin. Sudahkah menjadi renungan bagi kita ? ~d copy paste~ x ingat dari mana.